Perceraian

Assalamualaikum .

Saya ingin bertanya...Istri saya bertengkar dengan saya dengan meninggikan suara serta menantang saya. Saya sudah coba nasehati bahwa itu dosa, tapi malah dia melawan dan bilang "saya tidak takut" Kemudian akhirnya saya diamkan selama 5 hari dan dia tidak juga meminta maaf atau menegur saya. kewajibannya sebagai istri juga tidak dilakukannya. Pada hari ke enam dia negur saya hingga saat ini. Namun hati saya sudah sakit sekali . Saya berniat menjatuhkan talak kepadanya setelah masa nifasnya selesai. Yang jadi pertanyaan saya adalah:

1. Apakah talak saya sudah jatuh, karena saya sudah saya niatkan?

2. Apakah istri saya termasuk nusyuz?

3. Apakah saya bisa menceraikannya dengan alasan tersebut,

4. Apakah saya masih harus menanggung nafkahnya setelah cerai? Tolong jawabannya .

Assalamu alaikum wr.wb.

Selama Anda hanya berniat untuk mentalak atau menceraikannya, namun hal itu tidak disertai dengan ucapan talak, baik secara eksplisit (sharih) maupun implisit (kinayah), maka talak tidak jatuh. Sebab talak hanya jatuh jika berupa ucapan yang disertai niat. Nabi saw bersabda, "Allah memaafkan umatku terkait dengan bisikan hatinya selama belum dilakukan atau diucapkan." (HR al-Bukhari).

Berdasarkan hadits di atas ash-Shan'ani dalam Subulus salam menyatakan, "Hadits di atas menjadi dalil bahwa talak tidak jatuh jika hanya berupa bisikan hati." Ini merupakan pendapat jumhur ulama.

Bahkan sekedar janji untuk mentalak juga tidak menjadikannya jatuh talak selama belum terucap. Karena itu alhamdulillah rumah tangga Anda masih terpelihara. Semoga Allah memberikan petunjuk dan taufik kepada Anda dan kita semua.

Selanjutnya terkait dengan nusyuz, maka ia adalah tindakan membangkang dan tidak mau taat kepada suami serta tidak mau menunaikan apa yang menjadi hak suami.
Isteri yang durhaka (nusyuz) boleh diceraikan, akan tetapi hal itu sebagai solusi terakhir setelah diingatkan, dinasihati, dijauhi (tidak digauli) dan dipukul sebagai bentuk peringatan tanpa mengakibatkan bahaya dan luka.
Wanita yang durhaka (berbuat nusyuz) tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami. Terkecuali jika sang isteri sedang hamil atau menyusui, maka ia mendapatkan nafkah selama proses kehamilan dan menyusui anaknya tadi.

Namun yang perlu menjadi catatan bahwa kondisi nusyuz baru terwujud jika isteri menolak taat tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh agama. Namun jika tindakan nusyuz yang dilakukan oleh sang isteri beralasan dan dibenarkan oleh syariat, misalnya sebagai respon dari sikap suami yang kasar atau memerintahkan kepada maksiat, maka tidak bisa disebut nusyuz.

Selanjutnya isteri yang telah dicerai dan habis masa iddahnya tidak wajib dinafkahi. Yang wajib dinafkahi adalah anak meski berada di bawah pengasuhan mantan isteri.

Wallahu a'lam bish-shawab

Wassalamu alaikum wr.wb.

Post a Comment

0 Comments